- March 4, 2019
- Posted by: Esy Armisi
- Category: Informasi

PALEMBANG, SONORA – Perekonomian Sumatera Selatan tumbuh tinggi di tahun 2018 sebesar 6,04% (yoy) dan tercatat tertinggi selama lima tahun terakhir. Kinerja perekonomian Sumatera Selatan tersebut berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat pada level 5,17% (yoy). Hal ini seperti yang disampaikan Kepala Perwakilan BI Sumatera Selatan Yunita Resmi Sari, bersama awak media yang digelar hari Senin, 04 Maret 2019 bersama awak media di Equator Rooftop Palembang. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan juga tercatat lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Regional Sumatera sebesar 4,52% (yoy). Dibandingkan dengan provinsi lainnya di Regional Sumatera, pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan tahun 2018 juga tercatat tertinggi. Sementara itu pada triwulan IV-2018, perekonomian Sumatera Selatan mencatatkan perlambatan pertumbuhan sebesar 6,07% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2018 yang tercatat sebesar 6,14% (yoy). Realisasi ini sesuai dengan prediksi Bank Indonesia bahwa pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan akan mencapai puncaknya di triwulan III-2018 yang didorong oleh peningkatan konsumsi dan investasi akibat Asian Games XVIII dan membaiknya harga batubara global. Walaupun mengalami perlambatan di triwulan IV 2018, realisasi pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan di triwulan ini merupakan yang tertinggi di Regional Sumatera, serta lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,18% (yoy). Kepala Perwakilan BI Sumsel, Yunita Resmi Sari mengatakan melambatnya capaian pertumbuhan ekonomi di triwulan laporan terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor luar negeri dan investasi. Di sisi lain, masih tingginya konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, serta konsumsi lembaga non-profit rumah tangga menahan penurunan pertumbuhan ekonomi di triwulan ini. Pada triwulan I 2019, BI memprediksi perekonomian Sumatera Selatan mengalami perlambatan. Namun demikian, perlambatan di triwulan I merupakan fenomena yang wajar dan merupakan bagian dari siklus pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena proyek pemerintah yang masih dalam tahap perencanaan, proses awal pelelangan, serta belum masuknya dana transfer ke daerah mengakibatkan masih rendahnya reasilsasi anggaran belanja. Pertumbuhan ekonomi global yang tumbuh melambat terutama dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi negara maju, turut berdampak pada turunnya permintaan ekspor Sumatera Selatan.
Sementara itu, harga komoditas di Februari 2019 yaitu minyak kelapa sawit serta minyak bumi masih mengalami kontraksi masing-masing sebesar -19,48% (yoy) dan – 16,63% (yoy), di sisi lain harga karet sedikit meningkat sebesar 0,19% (yoy) namun masih berada pada level yang rendah yaitu USD 1,9/kg. Harga komoditas yang masih rendah dan berada pada tren menurun ini diperkirakan akan berdampak pada pelemahan pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan. Di sisi lain, harga batubara masih berada di level yang cukup tinggi yaitu sebesar USD 80,97/metrik ton, walaupun sedikit mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Masih baiknya kinerja komoditas batubara diharapkan menopang positifnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan. Perlambatan ini dikonfirmasi oleh pertumbuhan jumlah dana pihak ketiga perbankan di Januari 2019 yang melambat sebesar 9,69% (yoy), turun dibandingkan Desember 2018 yang sebesar 11,09% (yoy). Hal yang sama juga terjadi pada penyaluran kredit yaitu melambat menjadi sebesar 12,63% (yoy) dari sebelumnya 13,38% (yoy) di Desember 2018. Sejalan dengan penurunan kondisi perekonomian global dan melambatnya kinerja perekonomian Sumatera Selatan di triwulan ini, terdapat penurunan kualitas kredit Provinsi Sumatera Selatan di bulan Januari 2019 yang ditunjukkan dengan nilai NPL sebesar 4,24% atau meningkat dari sebelumnya 3,79%. Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di tahun 2019 masih relatif tinggi yaitu pada kisaran 5,8-6,0% terutama didorong oleh harga komoditas karet dan CPO yang membaik dibandingkan tahun 2018, investasi dari korporasi di sektor energi dan pertanian, serta peningkatan konsumsi masyarakat.